SEKILAS INFO
- Strategi Media Sosial BP2TSTH dalam Penyebaran Informasi Litbang – Baca Selanjutnya
- FORDA Survey – Baca Selanjutnya
- Laporan Kinerja BLI Tahun 2017 (informasi pelaksanaan kegiatan di BLI) – Baca Selanjutnya
- Berbagai Potensi dan Peluang Penelitian bagi Mahasiswa di BP2LHK Aek Nauli – Baca Selanjutnya
- Mengubah Limbah Kayu Hutan Rawa Gambut Bekas Kebakaran Menjadi Arang Kompos dan Cuka Kayu – Baca Selanjutnya
- PUI 2018, Balitek DAS akan Bersinergi dengan B2P2BPTH Yogyakarta – Baca Selanjutnya
Dientry oleh
lusi -
03 October, 2017 -
1545 klik
Menambang Emas dan Perak Dari Limbah Elektronik
Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Senin, 2 Oktober 2017. Limbah elektronik mempunyai potensi sebagai sumber daya dan dapat berperan menjadi tambang di perkotaan (Urban Mining). Dari hasil kajian yang ada, diperkirakan dari 1 ton limbah elektronik peralatan telekomunikasi akan menghasilkan 1,44 kg emas dan perak.
Berdasarkan data International Journal of Environment Science and Development 2015, untuk jenis limbah handphone saja pada tahun 2015 mencapai 45,4 juta ton di seluruh dunia, namun baru dapat dikumpulkan 31,7 juta ton. Limbah elektronik dapat sebagai pendukung kegiatan pertambangan alami karena berpotensi pengambilan kembali logam-logam berharga dari limbahnya, dan dapat dijadikan kembali sebagai bahan baku.
Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah dan Limbah B3, M.R. Karliansyah, saat membuka Indonesia Day – Workshop Pengelolaan Limbah Elektronik di Jakarta (02/10/2017) menyatakan potensi limbah elektronik di Indonesia sungguh luar biasa. “Indonesia dengan penduduk 230 juta jiwa, jika seorang dewasa masing-masing mempunyai 2 handphone, dapat diperkirakan berapa limbah elektronik yang dihasilkan setiap tahun”, ungkap Karliansyah.
Di zaman yang sudah maju, peralataan elektronik menjadi kebutuhan pokok. Perkembangan teknologi yang sangat cepat, mendorong usia pemakaian barang elektronik relatif singkat. Ini menjadi pemicu meningkatnya jumlah limbah.
Berdasarkan data survei awal tentang pola limbah di Indonesia, ditemukan bahwa belum dilakukan pemilahan antara sampah/limbah elektronik dengan limbah lainnya. Pengolahan selama ini hanya dengan mengambil komponen yang masih berharga selanjutnya dikubur.
“Diperlukan pengelolaan limbah elektronik yang berwawasan lingkungan termasuk mengembangkan sistem pengumpulan dan pengangkutannya, sistem insentif dalam pelaksanaan trade in, mekanisme Extended Producer Responsibility (EPR) yang tepat, dan pengembangan pengelola akhir formal”, jelas Karliansyah.
Beberapa negara telah berinisiatif mengangkat isu limbah elektronik dan menjalin kerjasama antar negara dan bertukar pengalaman dalam pengelolaannya. Salah satu kerjasamanya adalah International E-Waste Management Networking (IEMN).
Indonesia diminta menjadi tuan rumah pertemuan IEMN ketujuh. Pertemuan yang berlangsung dari tanggal 3 – 6 Oktober 2017 di Jakarta, diikuti oleh 14 negara yaitu: Amerika Serikat, Argentina, Brazil, Chili, Filipina, Jerman, Kambodia, Mesir, Malaysia, Meksiko, Thailand, Taiwan, dan Indonesia.
IEMN 2017 mengusung tema “Talking the next step in E-Waste Management” yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama antara pemerintah, swasta dan media dibawah koordinasi pemerintah dalam mengidentifikasi mekanisme kerjasama yang tepat untuk mengelola limbah elektronik termasuk mengembangkan metode sosialisasi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak limbah elektronik dan bagaimana melakukan pengelolaannya mulai dari cara pengumpulannya. (*)